Menjamak Shalat Karena Safar

Ada keringanan menjamak shalat karena safar.
Hal ini bisa dipelajari dari kitab Manhajus Salikin karya Syaikh As-Sa’di.

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,

وَلَا يُحِلُّ تَأْخِيرُهَا، أَوْ تَأْخِيرُ بَعْضِهَا عَنْ وَقْتِهَا لِعُذْرٍ أَوْ غَيْرِهِ.

إِلَّا إِذَا أَخَّرَهَا لِيَجْمَعَهَا مَعَ غَيْرِهَا، فَإِنَّهُ يَجُوزُ لِعُذْرٍ مِنْ سَفَرٍ، أَوْ مَطَرٍ ، أَوْ مَرَضٍ، أَوْ نَحْوِهَا.

“Tidak dihalalkan menunda shalat atau menunda sebagian shalat hingga keluar waktunya karena uzur atau tanpa uzur. Kecuali jika menundanya karena tujuan untuk menjamak dengan shalat lainnya. Boleh menjamak ketika ada uzur seperti safar, hujan, sakit, atau selainnya.”

Dalil Boleh Menjamak Shalat Ketika Safar

Musafir boleh menjamak shalat. Hal ini didukung oleh dalil,
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Jika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perjalanan sebelum matahari tergelincir (sebelum Zhuhur), maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur ke waktu Ashar (jamak takhir). Namun jika melakukan perjalanan setelah matahari tergelincir (ketika sudah masuk Zhuhur), maka beliau shalat terlebih dahulu baru naik kendaraan.”
(HR. Bukhari, no. 1111 dan Muslim, no. 704)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan dua shalat saat safar yaitu Maghrib dan Isya.” (HR. Bukhari, no. 1110)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak Zhuhur dan Ashar pada waktu Zhuhur di Arafah (saat wukuf ketika haji). Lalu beliau juga menjamak Maghrib dan Isya ketika berada di Muzdalifah sebagaimana disebutkan pada hadits Jabir. (HR. Muslim, no. 1218). Menjamak ketika di Arafah dan Muzdalifah juga telah menjadi ijmak para ulama.

Sebab Jamak dan Qashar Shalat

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَالْقَصْرُ سَبَبُهُ السَّفَرُ خَاصَّةً لَا يَجُوزُ فِي غَيْرِ السَّفَرِ وَأَمَّا الْجَمْعُ فَسَبَبُهُ الْحَاجَةُ وَالْعُذْرُ فَإِذَا احْتَاجَ إلَيْهِ جَمَعَ فِي السَّفَرِ الْقَصِيرِ وَالطَّوِيلِ وَكَذَلِكَ الْجَمْعُ لِلْمَطَرِ وَنَحْوِهِ وَلِلْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ بِهِ رَفْعُ الْحَرَجِ عَنْ الْأُمَّةِ

Qashar shalat hanya disebabkan karena seseorang itu bersafar. Tidak boleh seseorang mengqashar shalat pada selain safarAdapun sebab menjamak shalat adalah karena adanya hajat (kebutuhan) dan adanya uzur (halangan). Jika seseorang butuh untuk menjamak shalat, maka ia boleh menjamaknya pada safar yang singkat atau safar yang waktunya lama. Begitu pula seseorang boleh menjamak shalat karena alasan hujan dan kesulitan semacam itu, karena sakit, dan sebab lainnya. Karena ingat sekali lagi, sebab menjamak shalat adalah untuk menghilangkan kesulitan pada kaum muslimin. (Majmu’ah Al-Fatawa, 22:292)

Nantikan bahasan selanjutnya tentang jamak shalat karena hujan, sakit, dan beda lainnya.

Referensi:

  1. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan Keempat Tahun 1432 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Al-Harrani (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah). Penerbit Dar Ibnu Hazm-Darul Wafa’;
  3. Syarh Manhaj AsSalikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Kamis, 23 Muharram 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/18728-manhajus-salikin-menjamak-shalat-karena-safar.html

Leave a Reply

Your email address will not be published.